DI TENGAH dinamika ekonomi global yang ditandai oleh disrupsi digital, krisis lingkungan, dan tuntutan tata kelola yang semakin ketat, profesi akuntansi tidak lagi dapat dipahami semata sebagai pekerjaan teknis pencatatan angka.
Akuntansi telah bertransformasi menjadi instrumen strategis yang menentukan kualitas pengambilan keputusan ekonomi, keberlanjutan korporasi, serta kredibilitas kebijakan publik.
Dalam konteks inilah kolaborasi antara Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Association of Chartered Certified Accountants (ACCA) memperoleh keterhubungan yang jauh melampaui kepentingan profesi semata, karena menyentuh langsung fondasi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Direktur Eksekutif IAI, Elly Zarni Husin, menegaskan bahwa keberadaan profesi akuntansi yang kuat, beretika, dan berpandangan ke depan merupakan prasyarat penting bagi sustainable economic growth. Elly menempatkan akuntan sebagai aktor kunci dalam ekosistem ekonomi, bukan hanya sebagai pelaksana standar, tetapi sebagai penjaga integritas dan nilai jangka panjang.
Pengakuan ACCA terhadap kepemimpinan IAI sebagai organisasi profesi akuntansi yang diakui di Indonesia sekaligus memperlihatkan bahwa kualitas kelembagaan menjadi modal penting dalam membangun daya saing global sumber daya manusia Indonesia.
Penguatan Kompetensi Konkret
Kolaborasi ini tidak berhenti pada pengakuan simbolik, melainkan diarahkan pada penguatan kompetensi konkret. Direktur Asia Pasifik ACCA, Pulkit Abrol, menegaskan bahwa sinergi antara kepemimpinan nasional IAI dan jangkauan global ACCA bertujuan membekali generasi baru profesional dengan keterampilan digital, keberlanjutan, dan strategis.
Ketiga aspek itu merefleksikan tuntutan ekonomi modern, di mana nilai perusahaan dan negara semakin ditentukan oleh kemampuan mengelola risiko, membaca peluang, dan mempertanggungjawabkan dampak sosial serta lingkungan dari aktivitas ekonomi.
Kunjungan Pulkit Abrol ke Jakarta dalam rangka Konferensi IAI menjadi penanda penting arah baru profesi akuntansi. Dalam forum tersebut, ia menekankan bahwa pelaporan keberlanjutan berkualitas tinggi atau high-quality sustainability reporting bukan sekadar kewajiban regulasi, melainkan pintu pembuka peluang ekonomi baru.
Dalam forum International Seminar IAI68th Anniversary bertajuk “Indonesian Accountants: Resilient, Sustainable, and Future Ready-Beyond Numbers, Building The Golden Future” di Fairmont Hotel Jakarta, Kamis (4/12/2025), Elly Zarni Husin juga menegaskan pelaporan yang transparan dan terstandar memungkinkan investor, pemerintah, dan publik menilai kinerja organisasi secara lebih utuh, sehingga alokasi sumber daya dapat dilakukan secara lebih efisien dan bertanggung jawab.
Dalam dunia yang semakin digital dan saling terhubung, kualifikasi profesional memainkan peran strategis. Kualifikasi tersebut membekali individu dengan wawasan bisnis, kompetensi teknis, serta penilaian etis yang diperlukan untuk menciptakan dan melaporkan nilai berkelanjutan.
Pernyataan Elly bahwa ACCA dan IAI berkomitmen membangun profesi yang mendorong masa depan berkelanjutan dan inklusif menunjukkan bahwa akuntansi diposisikan sebagai instrumen pembangunan, bukan sekadar alat kepatuhan administratif.
Penentu Daya Saing Bangsa
Sebagai anggota International Federation of Accountants (IFAC), ACCA dan IAI berbagi nilai inti berupa integritas, transparansi, kepentingan publik, dan pembelajaran berkelanjutan. Nilai-nilai ini menjadi fondasi kerja sama yang lebih luas, termasuk penguatan Strategic Pathway ACCA–IAI.
Jalur strategis ini memfasilitasi pemegang gelar Chartered Accountant Indonesia untuk memenuhi persyaratan keanggotaan ACCA melalui kualifikasi ACCA, sekaligus meningkatkan mobilitas profesional di tingkat global. Di tengah kompetisi tenaga kerja internasional, pengakuan lintas negara atas kualifikasi profesional menjadi faktor penentu daya saing bangsa.
Kerja sama yang dijajaki ACCA dan IAI mencakup spektrum luas, mulai dari pendidikan dan sertifikasi profesional, pengembangan talenta, transformasi digital, hingga riset dan thought leadership. Termasuk di dalamnya penguatan keberlanjutan dan manajemen keuangan publik, serta pengakuan kualifikasi profesional sebagai basis mobilitas.
Keseluruhan agenda ini menunjukkan bahwa profesi akuntansi diposisikan sebagai penggerak sistem ekonomi yang lebih adaptif dan berorientasi masa depan.
Secara regional, peran IAI sebagai Sekretariat permanen ASEAN Federation of Accountants (AFA) menempatkan Indonesia pada posisi strategis dalam integrasi profesi akuntansi Asia Tenggara.
Komitmen bersama ACCA dan IAI terhadap sentralitas ASEAN, penyelarasan dengan kerangka International Sustainability Standards Board (ISSB), serta pemanfaatan ASEAN Mutual Recognition Agreement Framework on Accountancy Services memperkuat posisi Indonesia dalam arsitektur ekonomi kawasan.
Penguatan Sejak Bangku Pendidikan Tinggi
Namun, seluruh agenda besar ini menuntut fondasi yang lebih mendasar, yaitu penguasaan ilmu ekonomi dan akuntansi yang kokoh sejak bangku pendidikan tinggi. Tanpa pemahaman ekonomi yang kritis dan berlandaskan etika, standar global hanya akan menjadi formalitas tanpa daya ubah.
Di sinilah kehadiran institusi pendidikan seperti STIE Hidayatullah menemukan relevansinya. Dengan upaya yang menekankan integrasi ilmu ekonomi, akuntansi, etika, dan kepentingan publik, STIE Hidayatullah berpotensi menjadi bagian dari solusi struktural atas tantangan kompetensi dan integritas profesi.
Kolaborasi IAI dan ACCA menunjukkan arah masa depan profesi akuntansi Indonesia. Namun, keberlanjutan arah tersebut sangat bergantung pada kualitas lembaga pendidikan ekonomi yang menyiapkan sumber daya manusia sejak awal. Ilmu ekonomi bukan sekadar alat analisis pasar, melainkan instrumen pembentukan kebijakan dan tata kelola yang adil.
STIE Hidayatullah, dengan transformasinya yang akan menjadi universitas dan orientasi nilai dan penguatan kompetensi, hadir sebagai simpul penting yang menghubungkan cita-cita global profesi akuntansi dengan kebutuhan nyata pembangunan ekonomi nasional. Tanpa fondasi ini, pertumbuhan ekonomi berkelanjutan akan tetap menjadi jargon, bukan kenyataan yang dirasakan publik. (nun/adm)






